Mulai Bertenaga, Rupiah ke Bawah Rp 14.800/US$ Pekan Ini?

Card Image

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah lagi pada pekan lalu melawan dolar Amerika Serikat (AS), tetapi kinerjanya lebih baik ketimbang minggu sebelumnya. Rupiah tercatat melemah 0,16% saja ke Rp 14.845/US$, dalam 5 hari perdagangan mampu menguat sebanyak 2 kali.

Sementara pekan sebelumnya, rupiah jeblok 1,9%, dan tidak pernah menguat dalam 5 hari perdagangan.

Kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) menjadi salah satu penggerak utama rupiah. BI sejauh ini masih enggan menaikkan suku bunga.

BI mempertahankan suku bunga acuannya 3,5% pada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Kamis pekan lalu. Keputusan tersebut diambil karena inflasi di dalam negeri yang masih terkendali, dan nilai tukar rupiah yang pelemahannya tidak terlalu besar.

Meski demikian, BI memberikan sinyal suku bunga akan dinaikkan ketika inflasi inti mulai menanjak.

Hingga Mei, inflasi inti masih di 2,58%, di bawah titik tengah sasaran inflasi BI yang 2-4%.

"BI masih melihat, terus mengamati pengaruh dampak ke inflasi pangan,administered prices,dan lakukan langkah-langkah menjaga confidence masyarakat. BI siap untuk menyesuaikan kebijakan suku bunga apabila ada tanda-tanda kenaikan inflasi inti," ungkap Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo, Kamis (23/6/2022). 

Di sisi lain, The Fed menegaskan komitmennya untuk menurunkan inflasi di Amerika Serikat (AS) dengan menaikkan suku bunga lebih agresif.

Seperti diketahui The Fed pada pekan lalu menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%. Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 - 75 basis poin bulan depan, dan di akhir tahun diperkirakan berada di kisaran 3,25% - 3,5%.

Powell memberikan testimoninya di hadapan Kongres AS pada Rabu dan Kamis kemarin. Sejauh ini, Powell masih optimistis dengan kondisi perekonomian AS, pasar tenaga kerja ketat dan demand masih tinggi. Meski demikian, ia juga menyatakan resesi mungkin akan terjadi.

Perbedaan kebijakan moneter tersebut masih akan mempengaruhi pergerakan rupiah di pekan ini, selain juga sentimen pelaku pasar. Ketika sentimen membaik, rupiah berpeluang menguat, sebaliknya saat memburuk berisiko kembali melemah.

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR sejak 15 Juni lalu menembus ke atas resisten kuat di kisaran Rp 14.730/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 61,8%. Sejak saat itu, rupiah terus mengalami tekanan.

Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

Rupiah sampai saat ini masih berada di atas Rp 14.730/US$, yang memberikan tekanan semakin besar.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv 

Resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.860/US$, jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.880/US$ hingga 14.900/US$. Resisten selanjutnya berada di kisaran Rp 14.950/US$, sebelum menuju Rp 15.000/US$.

Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian kini bergerak naik dan mencapai wilayah jenuh beli (overbought). 

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Stochastic yang berada di wilayah jenuh beli memberikan peluang penguatan rupiah.

Support terdekat pekan ini berada di kisaran Rp 14.800/US$, jika ditembus, ada peluang ke Rp 14.780/US$ - Rp 14.770/US$. Rp 14.730/US$ kini menjadi support kuat yang bisa menahan penguatan rupiah.