Harga Minyak Melonjak usai Dolar AS Lunglai

Card Image

Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah dunia melonjak lebih dari 5 persen pada perdagangan pada akhir perdagangan Senin (18/7), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan terutama dipicu oleh pelemahan dolar AS.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September melonjak US$5,11 atau 5,1 persen ke US$106,27 per barel.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Agustus sebesar US$5,01 atau 5,1 persen ke US$102,60 per barel.

Pekan lalu, Brent dan WTI mencatat penurunan mingguan terbesar dalam satu bulan terakhir.

"Kemajuan kuat hari ini sebagian besar dihasilkan dari pelemahan dolar AS yang cukup besar dan berbasis luas yang telah memberikan pendorong utama di balik perubahan harga minyak harian selama beberapa minggu terakhir," kata Pimpinan Ritterbusch and Associates LLC Jim Ritterbusch di Galena, Illinois, seperti dikutip dari Antara, Selasa (19/7).

Pelemahan dolar AS membuat komoditas berdenominasi dolar lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya.

Dolar AS keok usai dua pejabat The Federal Reserve AS (The Fed) pada Jumat lalu mengindikasikan bank sentral AS kemungkinan hanya akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps) pada pertemuan 26-27 Juli 2022 atau lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, 100 bsp.

Kenaikan harga minyak juga tak lepas dari sentimen pasokan ketat. Perjalanan Presiden AS Joe Biden ke Arab Saudi tidak menghasilkan janji apa pun dari produsen utama OPEC untuk meningkatkan pasokan minyak.

Selain itu, berdasarkan surat yang dilihat Reuters, monopoli ekspor gas Rusia Gazprom menyatakanforce majeurepada pasokan gas ke Eropa untuk setidaknya satu pelanggan utama berpotensi meningkatkan konflik antara Moskow dan Eropa.

Kondisi itu turut mendorong harga minyak karena berpotensi sebagai awal dari tindakan Rusia untuk menggunakan energi sebagai senjata.

"Rusia akan lebih jauh memangkas pasokan energi ke Eropa untuk mencoba menaikkan biaya mendukung Ukraina dan menjatuhkan sanksi," ujar Kepala Strategi Komoditas global RBC Capital Markets Helima Croft.